Jumat, 30 Mei 2008

Kewajiban Perpajakan Perusahaan Oil & Gas atas Jasa Drilling

Kegiatan usaha di bidang pengeboran minyak dan gas bumi pada umumnya melibatkan beberapa pihak sebagai berikut :

1. Pertamina, Kontraktor Bagi Hasil (KBH) atau Kontraktor Kontrak Karya atau juga disebut ( Product Sharing Company / PSC), melakukan kontrak pengeboran dengan Perusahaan Pengeboran Nasional (National Drilling Company/NDC) untuk melaksanakan suatu kegiatan pengeboran minyak dan gas bumi pada suatu lokasi tertentu.

Perusahaan Pengeboran Nasional (NDC) yang dimaksud dapat berupa Badan Hukum yang didirikan di Indonesia yang seluruh sahamnya dimiliki pemodal dalam negeri (PMDN atau non-PMDN) ataupun yang sebagian sahamnya dimiliki oleh pemodal luar negeri (PMA).

2. NDC dapat melaksanakan sendiri kontrak , atau dapat melaksanakan dengan bekerjasama dengan suatu perusahaan pengeboran asing (FDC).Oleh karena melaksanakan pengeboran minyak dan gas bumi tersebut, perusahaan asing yang dimaksud mempunyai Bentuk Usaha Tetap (BUT) di Indonesia.


Kerjasama tersebut pada butir 2. dilaksanakan atas dasar perjanjian tertulis antara kedua belah pihak di mana disepakati hak dan kewajiban antara pihak, termasuk penghasilan yang menjadi hak dari masing-masing pihak.Bentuk kerjasama tersebut bervariasi tergantung kemampuan teknologi NDC, namun kenyataan sampai sekarang ini sebagian besar pekerjaan pengeboran masih ditangani oleh FDC. Lihat gambar dibawah ini


Pola Kerjasama


dari gambar diatas, dapat dilihat bahwa Foreign Drilling Company ( BUT ) merupakan sub kontraktor dari Nasional Drilling Company ( NDC ), pola tersebut adalah pola umum yang berlaku di Indonesia.

Bentuk Kerjasama diatas merupakan Joint Operation ( JO ) yang harus didaftar sebagai wajib pajak non-subyek PPh Badan pada KPP Badan dan Orang Asing.

Beberapa kewajiban yang menyangkut perpajak yang harus dilakukan adalah :

1. JO harus melakukan pencatatan kegiatan usahanya sehingga dapat diketahui penghasilan Bruto.

2. Bagi FDC - BUT untuk menghitung penghasilan netto menggunakan Norma Penghitungan Khusus yaitu 15 % dari penghasilan Bruto yang merupakan haknya. Dasar Hukum KMK Nomor 628/KMK.04/1991

3. JO Berkewajiban melakukan pemotongan PPh 21 atas segala bentuk gaji maupun honorarium dengan dasar penghitungan menggunakan norma penghitungan khusus. Dasar Hukum KMK Nomor 627/KMK.04/1991.

4. JO Berkewajiban melakukan pemotongan PPh 23 & PPh 26.

5. Khusus untuk Jasa drilling yang dilakukan oleh JO dikecualikan dari pemotongan PPh 23.

Lanjutan tulisan menyusul...........

Minggu, 25 Mei 2008

Buku Saku Pemahaman Pajak

A. SPT Tahunan PPh ( 250304 )
1.Apakah pengertian Surat Pemberitahuan (SPT) ?

Pengertian dari Surat Pemberitahuan (SPT):
Surat Pemberitahuan adalah surat yang oleh Wajib Pajak (WP) digunakan untuk melaporkan penghitungan dan pembayaran pajak yang terutang menurut ketentuan peraturan perundang-undangan perpajakan.

2.Apa fungsi SPT ?
Sebagai sarana WP untuk:
a.Bagi Wajib Pajak PPh untuk melaporkan dan mempertanggungjawabkan perhitungan jumlah pajak yang sebenarnya terutang untuk melaporkan tentang :
- Pembayaran atau pelunasan pajak yang telah dilaksanakan sendiri dan atau melalui
- pemotongan atau pemungutan pihak lain dalam 1 tahun pajak atau bagian tahun pajak;
- Penghasilan yang merupakan obyek pajak dan atau bukan obyek pajak;
- Harta dan kewajiban;
b.Mempertanggungjawabkan penghitungan jumlah pajak yang sebenarnya terutang;
c.laporan tentang pemenuhan pembayaran pajak yang telah dilaksanakan sendiri dalam satu Tahun Pajak atau Bagian Tahun Pajak;
d.laporan pembayaran dari pemotong atau pemungut tentang pemotongan/pemungutan pajak orang atau badan lain dalam satu Masa Pajak.

3.Dimanakah Wajib Pajak dapat memperoleh SPT ?
Setiap WP pada dasarnya harus mengambil sendiri SPT di Kantor Pelayanan Pajak (KPP) atau KP4.

4.Bagaimana cara pengisian SPT dan siapa yang berwenang menandatangani ?
Cara pengisian SPT dan yang menandatanganinya:
SPT harus diisi secara benar, jelas, lengkap, dan harus ditandatangani oleh Wajib pajak.
Dalam hal SPT diisi dan ditandatangani oleh orang lain bukan WP, harus dilampiri surat kuasa khusus.

5.Kapankah batas waktu Pelunasan setoran akhir (PPh Pasal 29) ?
Batas waktu pelunasan setoran akhir (PPh Pasal 29): Kekurangan pajak yang terutang harus dilunasi selambat-lambatnya tanggal 25 bulan ke tiga setelah tahun pajak berakhir, sebelum SPT Tahunan disampaikan.

6.Bagaimana prosedur penyampaian SPT ?
Prosedur penyampaian SPT: SPT disampaikan secara langsung atau melalui Pos secara tercatat ke KPP/Kapenpa setempat.

7.Apa persyaratan yang harus dipenuhi oleh Wajib Pajak untuk mengajukan permohonan perpanjangan waktu penyampaian SPT ?
Syarat-syarat permohonan perpanjangan waktu penyampaian SPT Tahunan:
a.Permohonan tersebut harus diajukan secara tertulis sebelum batas waktu penyampaian SPT Tahunan berakhir;
b.Memberikan pernyataan tertulis tentang besarnya pajak yang harus dibayar berdasarkan penghitungan sementara;
c.Melunasi kekurangan penyetoran pajak yang terutang.

8.Sanksi apa yang dikenakan pada Wajib Pajak yang tidak/terlambat menyampaikan SPT ? SPT yang tidak disampaikan atau disampaikan tidak sesuai dengan batas waktu yang ditentukan , dikenakan sanksi administrasi berupa denda:
a.Rp 100.000,- untuk SPT Masa PPh 21 & 25;
b.Rp 500.000,- untuk SPT Masa PPN;
c.Rp 1.000.000,- untuk SPT Tahunan.

9.Persyaratan apa saja yang harus dipenuhi oleh Wajib Pajak untuk dapat membetulkan sendiri SPT Tahunan ?
Syarat bagi Wajib Pajak untuk dapat membetulkan sendiri SPT Tahunan PPh: Wajib Pajak dapat membetulkan SPT Tahunan atas kemauan sendiri:
a.Sebelum dilakukan tindakan pemeriksaan dalam jangka waktu dua tahun sesudah saat terutangnya pajak atau berakhirnya Masa Pajak, Bagian Tahun Pajak, dan Tahun Pajak:
• menyampaikan pernyataansecara tertulis;
• melunasi pajak yang kurang dibayar;
• ditambah dengan sanksi administrasi berupa bunga sebesar 2% (dua persen) sebulan atas jumlah pajak yang kurang dibayar, dihitung sejak saat penyampaian SPT berakhir sampai dengan tanggal pembayaran karena pembetulan SPT;
b.Sesudah dilakukan tindakan pemeriksaan:
• sepanjang belum dilakukan tindakan. penyidikan mengenai adanya ketidak¬benaran yang dilakukan oleh Wajib Pajak;
• mengungkapkan ketidakbenaran perbuatannya tersebut;
• melunasi kekurangan pembayaran jumlah pajak yang sebenarnya terutang;
• ditambah dengan sanksi administrasi berupa denda sebesar dua kali jumlah pajak yang kurang dibayar;
c. Sesudah jangka waktu pembetulan SPT berakhir:
• belum diterbitkan Surat Ketetapan Pajak;
• mengungkapkan dalam laporan tersendiri tentang ketidakbenaran pengisian SPT yang telah disampaikan, yang mengakibatkan:
- pajak yang masih harus dibayar menjadi lebih besar; atau- rugi berdasarkan ketentuan perpajakan menjadi lebih kecil; atau jumlah harta menjadi lebih besar; atau jumlah modal menjadi lebih besar;
• melunasi kekurangan pajak yang kurang dibayar;• ditambah dengan sanksi administrasi berupa kenaikan sebesar 50% (lima puluh persen) dari pajak yang kurang dibayar.

D. PENETAPAN DAN KETETAPAN PAJAK
1. Apa pengertian Surat Tagihan Pajak (STP)

Surat Tagihan Pajak adalah surat untuk melakukan tagihan pajak dan atau sanksi administrasi berupa denda, dan atau bunga.

2. Apa fungsi Surat Tagihan Pajak ?
Fungsi Surat Tagihan Pajak:
a. sebagai koreksi atas jumlah pajak yang terutang menurut SPT Wajib Pajak;
b. sarana untuk mengenakan sanksi berupa bunga dan atau denda;c. sarana untuk menagih pajak.

3. Dalam hal apa Surat Tagihan Pajak diterbitkan ?Sebab diterbitkannya STP:
a. pajak dalam tahun berjalan tidak atau kurang dibayar;
b. berdasarkan penelitian SPT terdapat kekurangan pembayaran akibat salah tulis dan atau salah hitung;
c. Wajib Pajak dikenakan sanksi administrasi berupa denda dan atau bunga;
d. Pengusaha yang dikenakan pajak tidak melapor untuk dikukuhkan sebagai PKP;
e. Pengusaha yang tidak/bukan PKP membuat Faktur Pajak.
f. PKP tidak membuat faktur pajak atau membuat faktur pajak tapi tidak tepat waktu atau tidak mengisi faktur pajak dengan lengkap.

4. Sanksi administrasi apa saja yang dapat ditagih dengan STP ?
Jenis administrasi yang ditagih dengan Surat Tagihan Pajak:
a. denda administrasi Rp. 50.000,00 bagi Wajib Pajak yang tidak atau terlambat menyampaikan SPT Masa;
b. denda administrasi Rp. 100.000,00 bagi Wajib Pajak yang tidak atau terlambat menyampaikan Surat Pemberitahuan Tahunan;
c. denda 2% dari Dasar Pengenaan Pajak bagi Pengusaha yang tidak melaporkan usahanya untuk dikukuhkan sebagai PKP, PKP yang tidak membuat atau tidak lengkap mengisi Faktur Pajak;
d. bunga, bagi Wajib Pajak membetulkan sendiri SPT Tahunan sehingga mengakibatkan kurarng bayar;
e. bunga, bagi Wajib Pajak yang terlambat atau tidak membayar pajak yang sudah jatuh tempo pembayarannya

5. Apakah yang dimaksud dengan Surat Ketetapan Pajak ?
Surat Ketetapan Pajak adalah surat ketetapan yang meliputi Surat Ketetapan Pajak Kurang Bayar atau Surat Ketetapan Kurang Bayar Tambahan atau Surat Ketetapan Pajak Lebih Bayar atau Surat Ketetapan Pajak Nihil.

6. Apa yang dimaksud Surat Ketetapan Pajak Kurang Bayar ?
Surat Ketetapan Pajak Kurang Bayar adalah surat keputusan yang menentukan besarnya jumlah pajak yang terutang, kredit pajak, kekurangan pembayaran pokok pajak, sanksi administrasi dan jumlah yang masih harus dibayar.

7. Dalam hal apa SKPKB diterbitkan ?
SKPKB diterbitkan dalam jangka jangka 10 tahun apabila:
- berdasarkan pemeriksaan atau keterangan lain, pajak yang terutang tidak atau kurang dibayar
- SPT tidak disampaikan dalam jangka waktu yang telah ditentukan dalam Surat Teguran

8. Apa yang dimaksud dengan SKPKBT ?
Surat Ketetapan Pajak Kurang Bayar Tambahan adalah surat Keputusan yang menentukan tambahan atas jumlah pajak yang telah ditetapkan.
a. SKPKBT diterbitkan dalam jangka waktu 10 tahun sesudah saat terutang pajak, berakhirnya masa pajak, bagian tahun pajak atau tahun pajak,
b. Surat Ketetapan Pajak Lebih Bayar adalah surat keputusan yang menentukan jumlah kelebihan pembayaran pajak karena jumlah kredit pajak lebih besar dari pajak yang terutang atau seharusnya tidak terutang;
c. Surat Ketetapan Pajak Nihil adalah surat Keputusan yang menentukan jumlah pajak yang terutang sama besarnya dengan jumlah kredit pajak atau tidak terutang pajak dan tidak ada kredit pajak.

E. UTANG PAJAK
1. Apa pengertian Utang Pajak ?

Utang Pajak adalah pajak yang harus dibayar pada suatu saat, dalam Masa Pajak, dalam Tahun Pajak atau dalam Bagian Tahun Pajak menurut ketentuan peraturan perundang-undangan perpajakan.

2. Apa yang dimaksud dengan Surat Teguran ?
Surat Teguran adalah surat peringatan kepada Wajib Pajak agar segera melunasi utang pajak.Surat Teguran dikirimkan kepada Wajib Pajak apabila Wajib Pajak tidak melunasai utang pajak 7 hari setelah jatuh tempo.

3. Apa yang dimaksud dengan Surat Paksa ?
Surat Paksa adalah surat perintah membayar utang pajak dan biaya penagihan.Surat Paksa diterbitkan apabila Wajib Pajak belum melunasi utang pajak setelah 21 hari sejak tanggal surat Tegoran.Bersamaan dengan penyampaian Surat Paksa tersebut Wajib Pajak dibebani biaya penagihan paksa sebesar Rp. 25.000,- Wajib Pajak wajib melunasi utang pajak dalam waktu 2 x 24 jam

4. Apa kewajiban WajibPajak berkaitan dengan pelaksanaan sitaKewajiban Wajib Pajak yang berkaitan dengan pelaksanaan sita
- membantu Juru Sita dalam melaksanakan tugasnya
- memperbolehkan Juru SIta untuk memasuki ruangan,tempat usaha/tempat tinggal Wajib Pajak - memberikan keterangan lisan atau tertulis yang diperlukan
- barang yang disita dilarang dipindahtangankan, dihipotikkan atau disewakan.

5. Apa yang dimaksud dengan lelang ?
Tindakan lelang dilakukan apabila Wajib Pajak dalam jangka waktu 14 hari setelah tindakan penyitaan dilakukan Wajib Pajak tidak melunasi utang pajak. Tindakan Lelang dilakukan melalui Kantor Lelang Negara.Dalam hal biaya penagihan paksa dan biaya pelaksanaan sita belum dibayar maka akan dibebankan bersama-sama dengan biaya iklan untuk pengumumam lelang di surat kabar dan biaya lelang pada saat pelelangan.

6. Apa saja hak-hak Wajib Pajak yang berkaitan dengan Pelunasan utang pajak ?
Hak-hak Wajib Pajak yang berkaitan dengan pelunasan utang pajak:
a. meminta juru sita memperlihatkan tanda pengenal Juru Sita Pajak Negarab.
b. menerima Salinan Surat Paksa dan Salinan Berita Acara Penyitaan
c. Menentukan urutan barang yang akan dilelang
d. Sebelum Pelaksanaan lelang, mendapat kesempatan terakhir untuk melunasi utang pajak termasuk biaya penyitaan, iklan, dan biaya pembatalan lelang dan melaporkan pelunasan tersebut kepada Kepala KPP yang bersangkutan.

F. KEWAJIBAN MENYELENGGARAKAN PEMBUKUAN DAN PENCATATAN (250304 )
1. Apa saja persyaratan yang harus dipenuhi oleh Wajib Pajak untuk dapat menyelenggarakan pembukuan ?Syarat-syarat penyelenggaraan pembukuan/pencatatan:

a. diselenggarakan dengan memperhatikan itikad baik dan mencerminkan keadaan atau kegiatan usaha yang sebenarnya;
b. sekurang-kurangnya terdiri dari catatan yang dikerjakan secara teratur keadaan kas dan bank, daftar utang piutang, daftar persediaan barang, dan membuat neraca dan perhitungan laba rugi pada setiap akhir Tahun Pajak;
c. diselenggarakan di Indonesia dengan menggunakan huruf latin, angka arab, satuan mata uang rupiah, dan disusun dalam bahasa Indonesia atau dalam bahasa asing yang diizinkan oleh Menteri Keuangan;
d. Pembukuan atau pencatatan dan dokumen yang menjadi dasarnya serta dokumen lain yang berhubungan dengan kegiatan usaha atau pekerjaan bebas Wajib Pajak harus disimpan selama sepuluh tahun.
e. Buku-buku, catatan-catatan, dokumen-dokumen yang menjadi dasar pembukuan atau pencatatan dan dokumen lain wajib disimpan di Indonesia.
• Wajib Pajak Oarang Pribadi, di tempat kegiatan atau di tempat tinggal
• Wajib Pajak Badan, di tempat kedudukan

2. Apa yang dimaksud dengan pembukuan ?
Pembukuan adalah proses pencatatan secara teratur untuk mengumpulkan data dan informasi tentang:
• keadaan harta
• kewajiban atau utang
• modal
• Penghasilan dan biaya• harga perolehan dan penyerahan barang/jasa yang terutang Pajak Pertambahan Nilai (PPN), yang tidak terutang, yang dikenakan PPN dengan tariff 0% dan dikenakan Pajak Penjualan atas Barang MewahYang ditutup dengan menyusun Laporan keuangan berupa neraca dan Perhitungan laba rugi pada setiap akhir Tahun Pajak.

3. Siapa saja yang Wajib menyelenggarakan pembukuan ?
Yang wajib memyelenggarakan pembukuan: a. Wajib Pajak (WP) Badanb. WP Orang Pribadi yang melakukan kegiatan usaha atau pekerjaan bebas

4. Apa tujuan pembukuan ?Tujuan pembukuan:a. mempermudah pengisian SPT;b. mempermudah penghitungan Penghasilan Kena Pajak;c. mempermudah penghitungan PPN dan PPnBM;d. mengetahui posisi keuangan dan hasil kegiatan usaha/pekerjaan bebas

5. Siapa saja yang diperkenankan meyelenggarakan pembukuan dalam bahasa asing dan mata uang selain rupiah?Yang dapat melakukan pembukuan dalam bahasa asing dan mata uang selain rupiah:a. Wajib Pajak Penanaman Modal Asing;b. Wajib Pajak dalam rangka kontrak karya pertambangan;c. Wajib Pajak dalam rangka kontrak bagi hasil;d. Wajib Pajak yang berafiliasi dengan perusahaan induk di luar negeri;e. Bentuk Usaha tetap (BUT).

6. Apa persyaratan bagi Wajib Pajak untuk diperkenankan menyelengggarakan pembukuan dalam bahasa asing dan mata uang selain rupiah ?Syarat-syarat yang harus dipenuhi untuk menyelengggarakan pembukuan dalam bahasa asing dan mata uang selain rupiah:
a. bahasa asing dan mata uang selain rupiah yang boleh dipergunakan adalah bahasa Inggris dan mata uang Dollar Amerika Serikat;
b. mendapat izin Menteri Keuangan;
c. permohonan izin kepada Menteri Keuangan harus dilampiri dengan:
• Wajib Pajak yang telah berdiri lebih dari 1 tahun
• Fotokopi SPT Tahunan PPh Badan tahun terakhir
• Wajib Pajak yang baru berdiri dalam tahun berjalan:
- fotokopi NPWP- fotokopi Akte Pendirian, atau dokumen lain yang serupa (bagi WP BUT) Jika telah memnuhi syarat, Direktur Jenderal Pajak atas nama Menteri Keuangan akan menerbitkan Surat Keputusan Menteri Keuangan dalam jangka waktu 30 hari sejak permohonan diterima

7. Apa yang dimaksud dengan pencatatan ?
Pencatatan:Pencatatan adalah pengumpulan data secar teratur tentang peredaran bruto dan atau penerimaan Penghasilan sebagai dasar untuk menghitung jumlah pajak yang terutang.

8. Apa tujuan pencatatan bagi Wajib Pajak ?
Tujuan pencatatan:a. mempermudah pengisian SPTb. mempermudah penghitungan Penghasilan Kena Pajakc. mempermudah penghitungan PPN dan PPn BM

9. Apa yang dimaksud dengan Norma Penghitungan ?
Norma penghitungan adalah pedoman untuk menentukan penghasilann netto Wajib Pajak, karena Wajib Pajak tersebut tidak wajib melakukan pembukuan.Wajib Pajak yang boleh menggunakan Norma Penghitungan :
1. WP Orang Pribadi yang peredaran brutonya di bawah Rp. 600.000.000,00
2. memberitahukan kepada Direktur Jenderal Pajak dalam jangka waktu 3 bulan pertama dari tahun buku
3. menyelenggarakan pencatatan.

Wajib Pajak yang tidak menyampaikan pemberitahuan akan menggunakan Norma Penghitungan sebagai dasar penghitungan pajaknya kepada Direktur Jenderal Pajak dianggap memilih untuk menggunakan pembukuan.Wajib Pajak yang tidak sepenuhnya menyelenggarakan pencatatan atau pembukuan atau tidak memperlihatkan pencatatan atau pembukuan atau bukti-bukti pendukungnya, maka Penghasilan nettonya dihitung berdasarkan Norma Penghitungan Penghasilan Netto atau cara lain yang ditetapkan oleh Menteri Keuangan. Wajib Pajak Orang Pribadi yang tidak wajib menyelenggarakan pembukuan dan pencatatan adalah Wajib Pajak Orang Pribadi yang tidak wajib menyampaikan SPT Tahunan PPh

G. KEBERATAN DAN BANDING ( 250304 )
1. Apa yang dimaksud dengan keberatan ?

Keberatan adalah cara yang ditempuh oleh Wajib Pajak jika merasa tidak/kurang puas atas suatu ketetapan pajak yang dikenakan kepadanya atau atas pemotongan/pemungutan oleh pihak ketiga.

2. Dalam hal apa keberatan dapat diajukan ?
Keberatan dapat diajukan atas :
a. Surat Ketetapan Pajak Kurang Bayar (SKPKB);
b. Surat Ketetapan Pajak Kurang Bayar Tambahan (SKPKBT);
c. Surat Ketetapan Pajak Lebih Bayar (SKPLB);
d. Surat Ketetapan Pajak Nihil (SKPN);
e. Pemotongan atau pemungutan oleh pihak ketiga.

3. Siapa saja yang dapat mengajukan keberatan ?
Yang dapat mengajukan keberatan:
a. Bagi Wajib Pajak Badan oleh Pengurus;
b. Bagi Wajib Pajak Orang Pribadi oleh Wajib Pajak yang bersangkutan;
c. Pihak yang dipotong/dipungut pihak ketiga;
d. Kuasa yang ditunjuk oleh mereka pada butir a s.d. c diatas.

4. Kepada siapa Wajib Pajak mengajukan keberatan ?
Pengajuan Keberatan diajukan kepada kepada Kepala Kantor Pelayanan Pajak (KPP) di tempat Wajib Pajak terdaftar.

5. Apa saja syarat-syarat yang harus dipenuhi Wajib Pajak dalam mengajukan keberatan ?
Syarat-syarat mengajukan keberatan:
a. Satu Keberatan harus diajukan untuk satu jenis dan satu tahun/masa pajak;
b. Diajukan secara tertulis dalam bahasa Indonesia;
c. Wajib menyatakan alasan-alasan secara jelas;
d. Wajib menyebutkan jumlah pajak yang terutang menurut penghitungan Wajib Pajak.

6. Kapankah Wajib Pajak dapat mengajukan keberatan ?Jangka waktu pengajuan keberatan:
a. Keberatan harus diajukan dalam jangka waktu 3 bulan sejak tanggal SKPKB, SKPKBT, SKPLB, SKPN atau sejak tanggal dilakukan pemotongan/pemungutan, kecuali Wajib Pajak dapat menunjukkan jangka waktu tersebut tidak dapat dipenuhi karena di luar kekuasaannya
b. Surat keberatan yang diantar langsung ke Kantor Pelayanan Pajak, maka jangka waktu 3 bulan dihitung sejak tanggal SKPKB, SKPKBT, SKPLB, SKPN atau sejak dilakukan pemotongan/pemungutan oleh pihak ketiga sampai saat keberatan diterima oleh Kantor Pelayanan Pajak.
c. Surat keberatan yang dikirim melalui pos (harus dengan pos tercatat), maka jangka waktu 3 bulan dihitung sejak tanggal SKPKB, SKPKBT, SKPLB, SKPN atau sejak dilakukan pemotongan/pemungutan oleh pihak ketiga sampai dengan tanggal bukti pengiriman melalui Kantor Pos dan Giro.

7. Dalam hal Wajib Pajak mengajukan keberatan apakah Wajib Pajak masih tetap berkewajiban melunasi utang pajaknya ?
Pengajuan Keberatan tidak menunda kewajiban membayar pajak dan pelaksanaan penagihan pajak.

8. Apabila Wajib Pajak merasa kurang puas dengan Putusan Keberatan, apa yang dapat dilakukan oleh Wajib Pajak selanjutnya ?
Jika Wajib Pajak masih kurang puas juga atas keberatannya maka ia dapat mengajukan Banding.

9. Kepada siapa Banding dapat diajukan oleh Wajib Pajak ?
Banding ditujukan ke Pengadilan Pajak.

10. Siapa saja yang dapat mengajukan permohonan banding ?
Yang dapat mengajukan banding ke Pengadilan Pajak:
a. Bagi Wajib Pajak Badan oleh Pengurus
b. Bagi Wajib Pajak Orang Pribadi adalah yang bersangkutan atau ahli warisnya
c. Kuasa Hukum dari butir a dan b

11. Apa saja persyaratan pengajuan banding ?
Syarat-syarat dan tatacara pengajuan banding:
- Surat banding ditulis dalam bahasa Indonesia;
- Dalam jangka waktu 3 bulan sejak keputusan yang dibanding diterima;
- Terhadap satu keputusan diajukan satu surat banding;
- Banding diajukan dengan disertai alasan-alasan yang jelas dan mencantumkan tanggal diterima surat keputusan yang dibanding;
- Dilampiri salinan Surat Keputusan yang dibanding;- Jumlah pajak yang terutang dimaksud telah dibayar sebesar 50%.

12. Apa pengertian Surat Uraian Banding ?
Surat Uraian Banding adalah surat terbanding kepada Pengadilan Pajak yang berisi jawaban atas alasan banding yang diajukan oleh pemohon banding.

13. Bagaimanakah sifat kekuatan hukum Putusan Banding ?
Putusan Banding merupakan putusan akhir dan mempunyai kekuatan hukum tetap, serta bukan Keputusan Tata Usaha Negara.

14. Dalam hal apa imbalan bunga dapat diberikan kepada Wajib Pajak ?
Apabila pengajuan keberatan atau permohonan banding diterima sebagian atau seluruhnya, maka kelebihan pembayaran dikembalikan dengan ditambah imbalan bunga sebesar 2% sebulan, untuk selama-lamanya 24 bulan.

H. IMBALAN BUNGA

1. Jenis ketetapan pajak apa saja yang diberikan imbalan bunga sehubungan dengan Keputusan Keberatan atau Putusan Banding ?
Imbalan bunga hanya diberikan atas Surat Ketetapan Pajak Kurang Bayar atau Surat Ketetapan Pajak Kurang Bayar Tambahan.

2. Dalam hal yang bagaimana imbalan bunga diberikan sehubungan dengan Keputusan Keberatan dan Putusan Banding ?
Apabila pengajuan keberatan atau banding diterima sebagian atau seluruhnya, sepanjang utang pajak sebagaimana dimaksud dalam SKBKB atau SKPKBT telah dibayar yang menyebabkan kelebihan pembayaran pajak.

3. Bagaimana perhitungan imbalan bunga diberikan sehubungan dengan Keputusan Keberatan dan Putusan Banding ?
Perhitungan imbalan bunganya adalah sebesar 2 % (dua persen) sebulan untuk paling lama 24 (dua puluh empat) dari besarnya kelebihan pembayaran pajak yang dikembalikan yang dihitung sejak tanggal pembayaran yang menyebabkan kelebihan pembayaran pajak sampai dengan diterbitkannya Keputusan Keberatan atau Putusan Banding.

4. Apabila Wajib Pajak mengajukan banding atas SKPLB ke Badan Penyelesaian Pajak untuk Tahun Pajak 2001, apakah atas putusan BPSP/Pengadilan Pajak yang dibacakan (diputus) sejak Tahun Pajak 2001 untuk SKPLB yang diajukan banding masih diberikan imbalan bunga ?
Tidak diberikan imbalan bunga, karena dalam Pasal 27A Undang-undang KUP diatur dengan tegas bahwa imbalan bunga atas kelebihan pembayaran pajak hanya diberikan sepanjang utang pajak tersebut sebagaimana dimaksud dalam SKPKB atau SKPKBT.

I. PENGURANGAN, PENGHAPUSAN DAN PEMBATALAN

1. Dalam hal bagaimana Direktur Jenderal Pajak dapat mengurangkan atau menghapuskan sanksi administrasi?Dalam hal sanksi administrasi tersebut dikenakan karena kekhilafan Wajib Pajak atau bukan karena kesalahannya, misalnya karena tidaktelitian petugas pajak.

2. Dalam hal bagaimana Direktur Jenderal Pajak dapat mengurangkan atau membatalkan ketetapan pajak.
Direktur Jenderal Pajak secara jabatan dapat mengurangkan atau membatalkan ketetapan pajak apabila diketahui bahwa ketetapan pajak tersebut tidak benar dengan berlandaskan unsur keadilan.

J. TINDAK PIDANA DI BIDANG PERPAJAKAN
1. Sanksi apa yang dikenakan terhadap Wajib pajak yang melakukan pelanggaran ?
Pelanggaran terhadap kewajiban administrasi perpajakan yang dilakukan Wajib Pajak dapat dikenakan sanksi administrasi. Sedangkan pelanggaran yang menyangkut tindak pidana perpajakan dikenakan sanksi pidana.

2. Dalam hal apa Wajib Pajak dapat dinyatakan melakukan kealpaan ?
Wajib Pajak dinyatakan melakukan kealpaan jika:
a. Tidak menyampaikan Surat Pemberitahuan atau ;
b. Menyampaiakan Surat Pemberitahauan tetapi isinya tidak benar atau tidak lengkap atau melampirkan keterangan yang tidak benar, sehingga menimbulkan kerugian pada negara.

3. Dalam hal apa Wajib Pajak dapat dinyatakan melakukan kesengajaan ?
Wajib Pajak dinyatakan melakukan kesengajaan jika :
a. Tidak mendaftar diri, atau menyalah gunakan, atau menggunakan tanpa hak NPWP atau NPPKP;
b. Tidak menyampaikan SPT;
c. Menyampaikan SPT dan/atau keterangan yang isinya tidak benar atau tidak lengkap;
d. Memperlihatkan pembukuan, pencatatan atau dokumen lain yang palsu atau dipalsukan;
e. Tidak menyelenggarakan pembukuan atau pencatatan, tidak memperlihatkan atau tidak meminjamkan buku, catatan, atau dokumen lainnya;
f. Tidak menyetor pajak yang telah dipotongsehingga menimbulkan kerugian pada negara.

4. Berapa lama jangka waktu daluwarsa tindak pidana di bidang perpajakan ?
Daluwarsa tindak pidana di bidang perpajakan adalah sepuluh tahun sejak saat terutangnya pajak, berakhirnya masa pajak, berakhirnya masa pajak, berakhirnya bagian tahun pajak atau berakhirnya tahun pajak yang bersangkutan.

5. Sanksi apa yang dapat dikenakan terhadap Pejabat yang melakukan pelanggaran atas larangan mengungkapkan kerahasiaan Wajib Pajak ?
Sanksi yang dapat dikenakan terhadap Pejabat yang melakukan pelanggaran atas larangan mengungkapkan kerahasiaan Wajib Pajak dapat diancam sanksi pidana:
a. Kealpaan, dipidana kurungan selama-lamanya satu tahun dan denda setinggi-tingginya dua juta rupiah;
b. Kesengajaan, dipidana selama-lamanya dua tahun dan denda setinggi-tingginya dua juta rupiah.

6. Sanksi apa saja yang dikenakan kepada pihak ketiga berkaitan dengan tindak pidana di bidang perpajakan ?Sanksi terhadap pihak ketiga berkaitan dengan tindak pidana di bidang perpajakan :
a. Pihak ketiga yang dengan sengaja :
- Tidak memberikan keterangan/bukti;
- Memberikan keterangan/bukti yang tidak benar;
- diancam pidana selama-lamanya satu tahun dan denda setinggi-tingginya sepuluh juta rupiah
b. Pihak ketiga yang dengan sengaja menghalangi atau mempersulit penyidikan tindak pidana perpajakan diancam penjara selama-lamanya tiga tahun dan denda setinggi-tingginya sepuluh juta rupiah.

PAJAK PENGHASILAN

A. SUBJEK PAJAK )
1. Siapa Subjek Pajak ?
Subjek Pajak terdiri dari Subjek Pajak dalam negeri dan Subjek Pajak luar negeri.• Subjek Pajak dalam negeri adalah :

 orang pribadi yang bertempat tinggal di Indonesia;
 orang pribadi yang berada di Indonesia lebih dari 183 hari dalam jangka waktu 12 bulan;
 orang pribadi yang dalam suatu tahun pajak berada di Indonesia dan mempunyai niat untuk bertempat tinggal di Indonesia;
 warisan yang belum terbagi sebagai satu kesatuan, menggantikan yang berhak.
 badan yang didirikan atau bertempat kedudukan di Indonesia;•

Subjek Pajak luar negeri adalah :
 orang pribadi yang tidak bertempat tinggal di Indonesia;
 orang pribadi yang berada di Indonesia tidak lebih dari 183 hari dalam jangka waktu 12 bulan;
 badan yang tidak didirikan dan tidak bertempat kedudukan di Indonesia, yang menjalankan usaha atau melakukan kegiatan melalui bentuk usaha tetap di Indonesia;
 orang pribadi yang tidak bertempat tinggal di Indonesia;
 orang pribadi yang berada di Indonesia tidak lebih dari 183 hari dalam jangka waktu 12 bulan;
 badan yang tidak didirikan dan tidak bertempat kedudukan di Indonesia,yang yang dapat menerima atau memperoleh penghasilan dari Indonesia bukan dari menjalankan usaha atau melakukan kegiatan melalui bentuk usaha tetap di Indonesia.

UU Pajak Penghasilan menganut resident principle untuk Wajib Pajak dalam negeri dan source principle untuk Wajib Pajak luar negeri, yang terlihat dari perlakuan pajaknya, yakni sebagai berikut :
a. Wajib Pajak dalam negeri :
1). dikenakan pajak atas penghasilan baik yang diterima atau diperoleh dari Indonesia dan dari luar Indonesia;
2). berdasarkan penghasilan neto dengan tarif umum;
3). wajib menyampaikan Surat Pemberitahuan Tahunan.

b. Wajib Pajak luar negeri yang menjalankan usaha atau melakukan kegiatan melalui BUT :
a.pemenuhan kewajiban perpajakannya dipersamakan dengan pemenuhan kewajiban perpajakan Wajib Pajak dalam negeri, namun terbatas pada penghasilan yang bersumber dari Indonesia.
c. Wajib Pajak luar negeri non-BUT :
1). dikenakan pajak hanya atas penghasilan yang berasal dari sumber penghasilan di Indonesia;
2). berdasarkan penghasilan bruto dengan tarif pajak sepadan;
3). tidak wajib menyampaikan Surat Pemberitahuan Tahunan, karena kewajiban pajaknya dipenuhi melalui pemotongan pajak yang bersifat final.
2. Kapan bermula dan berakhirnya kewajiban pajak subjektif ?

• Wajib Pajak orang pribadi dalam negeri :
 dimulai pada saat orang pribadi tersebut dilahirkan, berada, atau berniat untuk bertempat tinggal di Indonesia;
 berakhir pada saat meninggal dunia atau meninggalkan Indonesia untuk selama-lamanya.

• Wajib Pajak badan dalam negeri :
 dimulai pada saat badan tersebut didirikan atau bertempat kedudukan di Indonesia;
 berakhir pada saat dibubarkan atau tidak lagi bertempat kedudukan di Indonesia.

• Warisan yang belum terbagi :
 dimulai pada saat timbulnya warisan yang belum terbagi tersebut;
 berakhir pada saat warisan tersebut selesai dibagi.

• Wajib Pajak orang pribadi atau badan luar negeri yang menjalankan usaha atau melakukan kegiatan melalui BUT :
 dimulai pada saat orang pribadi atau badan tersebut menjalankan usaha atau melakukan kegiatan melalui BUT;
 berakhir pada saat tidak lagi menjalankan usaha atau melakukan kegiatan melalui BUT.• Wajib Pajak Orang pribadi atau badan luar negeri non-BUT :
 dimulai pada saat orang pribadi atau badan tersebut menerima atau memperoleh penghasilan dari Indonesia;
 berakhir pada saat tidak lagi menerima atau memperoleh penghasilan tersebut.

3. Siapa yang bukan Subjek Pajak ?
• Badan perwakilan negara asing.
• Pejabat-pejabat perwakilan diplomatik, dan konsulat atau pejabat-pejabat lain dari negara asing, dan orang-orang yang diperbantukan kepada mereka yang bekerja pada dan bertempat tinggal bersama-sama mereka, dengan syarat :
 bukan warga negara Indonesia; dan
 di Indonesia tidak menerima atau memperoleh penghasilan lain di luar jabatan atau pekerjaannya tersebut; serta
 negara yang bersangkutan memberikan perlakuan timbal balik.

• Organisasi-organisasi internasional yang ditetapkan dengan Keputusan Menteri Keuangan, dengan syarat :  Indonesia menjadi anggota organisasi tersebut; dan
 tidak menjalankan usaha atau kegiatan lain untuk memperoleh penghasilan dari Indonesia selain pemberian pinjaman kepada pemerintah yang dananya berasal dari iuran para anggota.

• Pejabat-pejabat perwakilan organisasi internasional yang ditetapkan dengan Keputusan Menteri Keuangan, dengan syarat :
 bukan warga negara Indonesia; dan
 tidak menjalankan usaha atau kegiatan atau pekerjaan lain untuk memperoleh penghasilan dari Indonesia.

B. OBJEK PAJAK
1. Apa yang menjadi Objek Pajak ?
Objek Pajak adalah penghasilan yaitu setiap tambahan kemampuan ekonomis yang diterima atau diperoleh Wajib Pajak, baik yang berasal dari Indonesia maupun dari luar Indonesia, yang dapat dipakai untuk konsumsi atau untuk menambah kekayaan Wajib Pajak yang bersangkutan, dengan nama dan dalam bentuk apapun, meliputi antara lain :
• Imbalan berkenaan dengan pekerjaan atau jasa, seperti : gaji, upah, tunjangan, honorarium, komisi, bonus, gratifikasi, uang pensiun, atau imbalan dalam bentuk lainnya.
• Hadiah dari undian atau pekerjaan atau kegiatan, dan penghargaan.
• Laba usaha. • Keuntungan karena penjualan atau karena pengalihan harta, seperti : keuntungan karena pengalihan harta kepada perseroan, persekutuan, dan badan lainnya sebagai pengganti saham atau penyertaan modal;
 keuntungan yang diperoleh perseroan, persekutuan dan badan lainnya karena pengalihan harta kepada pemegang saham, sekutu, atau anggota;
 keuntungan karena likuidasi, penggabungan, peleburan, pemekaran, pemecahan, atau pengambilalihan usaha;
 keuntungan karena pengalihan harta berupa hibah, bantuan atau sumbangan, kecuali yang diberikan kepada keluarga sedarah dalam garis keturunan lurus satu derajat, dan badan keagamaan atau badan pendidikan atau badan sosial atau pengusaha kecil termasuk koperasi yang ditetapkan oleh Menteri Keuangan, sepanjang tidak ada hubungan dengan usaha, pekerjaan, kepemilikan atau penguasaan antara pihak-pihak yang bersangkutan.
• Penerimaan kembali pembayaran pajak yang telah dibebankan sebagai biaya.
• Bunga termasuk premium, diskonto, dan imbalan karena jaminan pengembalian utang.
• Dividen, dengan nama dan dalam bentuk apapun, termasuk dividen dari perusahaan asuransi kepada pemegang polis, dan pembagian sisa hasil usaha koperasi.
• Royalti.
• Sewa dan penghasilan lain sehubungan dengan penggunaan harta.
• Penerimaan atau perolehan pembayaran berkala.
• Keuntungan karena pembebasan utang, kecuali sampai dengan jumlah tertentu yang ditetapkan dengan Peraturan Pemerintah.
• Keuntungan karena selisih kurs mata uang asing.
• Selisih lebih karena penilaian kembali aktiva.
• Premi asuransi.
• Iuran yang diterima atau diperoleh perkumpulan dari anggotanya yang terdiri dari Wajib Pajak yang menjalankan usaha atau pekerjaan bebas.
• Tambahan kekayaan neto yang berasal dari penghasilan yang belum dikenakan pajak.Pengertian ‘bunga’ termasuk pula premium, diskonto dan imbalan sehubungan dengan jaminan pengembalian utang.

Premium terjadi apabila misalnya surat obligasi dijual di atas nilai nominalnya sedangkan diskonto terjadi apabila surat obligasi dibeli di bawah nilai nominalnya. Premium tersebut merupakan penghasilan bagi yang menerbitkan obligasi dan diskonto merupakan penghasilan bagi yang membeli obligasi. Pengertian ‘dividen’ termasuk pula :
a. Pembagian laba baik secara langsung ataupun tidak langsung, dengan nama dan dalam bentuk apapun; b. Pembayaran kembali karena likuidasi yang melebihi jumlah modal yang disetor;
c. Pemberian saham bonus yang dilakukan tanpa penyetoran termasuk saham bonus yang berasal dari kapitalisasi agio saham;
d. Pembagian laba dalam bentuk saham;
e. Pencatatan tambahan modal yang dilakukan tanpa penyetoran;
f. Jumlah yang melebihi jumlah setoran sahamnya yang diterima atau diperoleh pemegang saham karena pembelian kembali saham-saham oleh perseroan yang bersangkutan;
g. Pembayaran kembali seluruhnya atau sebagian dari modal yang disetorkan, jika dalam tahun-tahun yang lampau diperoleh keuntungan, kecuali jika pembayaran kembali itu adalah akibat dari pengecilan modal dasar (statuter) yang dilakukan secara sah;
h. Pembayaran sehubungan dengan tanda-tanda laba, termasuk yang diterima sebagai penebusan tanda-tanda laba tersebut;
i. Bagian laba sehubungan dengan pemilikan obligasi;
j. Bagian laba yang diterima oleh pemegang polis;
k. Pembagian berupa sisa hasil usaha kepada anggota koperasi;
l. Pengeluaran perusahaan untuk keperluan pribadi pemegang saham yang dibebankan sebagai biaya perusahaan.

Pengertian ‘royalti’ adalah imbalan sehubungan dengan penggunaan :
a. hak atas harta tak berwujud, misalnya hak pengarang, paten, merek dagang, formula, atau rahasia perusahaan;
b. hak atas harta berwujud, misalnya hak atas alat-alat industri, komersial, dan ilmu pengetahuan. Yang dimaksud dengan alat-alat industri, komersial dan ilmu pengetahuan adalah setiap peralatan yang mempunyai nilai intelektual, misalnya peralatan-peralatan yang digunakan di beberapa industri khusus seperti anjungan pengeboran minyak (drilling rig), dan sebagainya;
c. informasi, yaitu informasi yang belum diungkapkan secara umum, walaupun mungkin belum dipatenkan, misalnya pengalaman di bidang industri, atau bidang usaha lainnya. Ciri dari informasi dimaksud adalah bahwa informasi tersebut telah tersedia sehingga pemiliknya tidak perlu lagi melakukan riset untuk menghasilkan informasi tersebut. Tidak termasuk dalam pengertian informasi di sini adalah informasi yang diberikan oleh misalnya akuntan publik, ahli hukum, atau ahli teknik sesuai dengan bidang keahliannya, yang dapat diberikan oleh setiap orang yang mempunyai latar belakang disiplin ilmu yang sama.

2. Apa yang bukan Objek Pajak ?

• Bantuan sumbangan, termasuk zakat yang diterima oleh badan amil zakat atau lembaga amil zakat yang dibentuk atau disahkan oleh Pemerintah dan para penerima zakat yang berhak.
• Harta hibahan yang diterima oleh keluarga sedarah dalam garis keturunan lurus satu derajat, dan oleh badan keagamaan atau badan pendidikan atau badan sosial atau pengusaha kecil termasuk koperasi yang ditetapkan oleh Menteri Keuangan. sepanjang tidak ada hubungan dengan usaha, pekerjaan, kepemilikan, atau penguasaan antara pihak-pihak yang bersangkutan.
• Warisan.
• Harta termasuk setoran tunai yang diterima oleh badan sebagai pengganti saham atau sebagai pengganti penyertaan modal.
• Penggantian atau imbalan sehubungan dengan pekerjaan atau jasa yang diterima atau diperoleh dalam bentuk natura dan atau kenikmatan dari Wajib Pajak atau Pemerintah.
• Pembayaran dari perusahaan asuransi kepada orang pribadi sehubungan dengan asuransi kesehatan, asuransi kecelakaan, asuransi jiwa, asuransi dwiguna, dan asuransi bea siswa.
• Dividen atau bagian laba yang diterima atau diperoleh perseroan terbatas sebagai Wajib Pajak dalam negeri, koperasi, Badan Usaha Milik Negara, atau Badan Usaha Milik Daerah, dari penyertaan modal pada badan usaha yang didirikan dan bertempat kedudukan di Indonesia dengan syarat :
 dividen berasal dari cadangan laba yang ditahan; dan
 bagi perseroan terbatas, BUMN / BUMD yang menerima dividen, kepemilikan saham pada badan yang memberikan dividen paling rendah 25% dari jumlah modal yang disetor dan harus mempunyai usaha aktif di luar kepemilikan saham tersebut;
• Iuran yang diterima atau diperoleh dana pensiun yang pendiriannya telah disahkan oleh Menteri Keuangan, baik yang dibayar oleh pemberi kerja maupun pegawai.
• Penghasilan dari modal yang ditanamkan oleh dana pensiun dalam bidang-bidang tertentu yang ditetapkan dengan Keputusan Menteri Keuangan.
• Bagian laba yang diterima atau diperoleh anggota dari perseroan komanditer yang modalnya tidak terbagi atas saham-saham, persekutuan, perkumpulan, firma, dan kongsi.
• Bunga obligasi yang diterima atau diperoleh reksa dana selama lima tahun pertama sejak tanggal pendirian atau tanggal kontrak.
• Penghasilan yang diterima atau diperoleh perusahaan modal ventura berupa bagian laba dari badan pasangan usaha yang didirikan dan menjalankan usaha atau kegiatan di Indonesia, dengan syarat badan pasangan usaha tersebut :
 merupakan perusahaan kecil, menengah, atau yang menjalankan kegiatan dalam sektor-sektor usaha yang ditetapkan dengan Keputusan Menteri Keuangan. dan
 sahamnya tidak diperdagangkan di bursa efek di Indonesia.

3. Apa yang menjadi Objek Pajak BUT ?
• Penghasilan dari usaha atau kegiatan BUT tersebut dan dari harta yang dimiliki atau dikuasai
• Penghasilan kantor pusat dari usaha atau kegiatan, penjualan barang, atau pemberian jasa di Indonesia yang sejenis dengan yang dijalankan atau yang dilakukan oleh BUT di Indonesia ( force of attraction rule ). • Penghasilan tersebut dalam Pasal 26 UU Pajak Penghasilan yang diterima atau diperoleh kantor pusat, sepanjang terdapat hubungan efektif antara BUT dengan harta atau kegiatan yang memberikan penghasilan dimaksud ( effective connection rule ).

C. PENGHITUNGAN PENGHASILAN KENA PAJAK
1. Apa yang boleh dikurangkan ?
Penghasilan Kena Pajak Wajib Pajak dalam negeri dan BUT, dihitung berdasarkan penghasilan bruto dikurangi : • Biaya untuk mendapatkan, menagih, dan memelihara penghasilan, termasuk biaya pembelian bahan, biaya berkenaan dengan pekerjaan atau jasa termasuk upah, gaji, honorarium, bonus, gratifikasi, dan tunjangan yang diberikan dalam bentuk uang, bunga, sewa, royalti, biaya perjalanan, biaya pengolahan limbah, premi asuransi, biaya administrasi, dan pajak kecuali Pajak Penghasilan.
• Penyusutan atas harta berwujud dan amortisasi atas hak dan biaya lain yang mempunyai masa manfaat lebih dari satu tahun
• Iuran kepada dana pensiun yang pendiriannya telah disahkan oleh Menteri Keuangan
• Kerugian karena penjualan atau pengalihan harta yang dimiliki dan digunakan dalam perusahaan atau yang dimiliki untuk mendapatkan, menagih, dan memelihara penghasilan.
• Kerugian dari selisih kurs mata uang asing.
• Biaya penelitian dan pengembangan perusahaan yang dilakukan di Indonesia.
• Biaya bea siswa, magang, dan pelatihan.
• Piutang yang nyata-nyata tidak dapat ditagih, dengan syarat :
1). telah dibebankan sebagai biaya dalam laporan laba-rugi komersial; dan
2). telah diserahkan perkara penagihannya kepada Pengadilan Negeri atau Direktorat Jenderal Piutang dan Lelang Negara (DJPLN) atau adanya perjanjian tertulis mengenai penghapusan piutang / pembebasan utang antara kreditur dan debitur yang bersangkutan; dan
3). telah dipublikasikan dalam penerbitan umum atau khusus; dan
4). Wajib Pajak harus menyerahkan daftar piutang yang tidak dapat ditagih kepada DJP, yang pelaksanaannya diatur lebih lanjut dengan Keputusan Direktur Jenderal Pajak.
• Dalam menentukan besarnya laba suatu BUT, biaya administrasi kantor pusat yang boleh dikurangkan adalah biaya yang berkaitan dengan usaha atau kegiatan BUT, yang besarnya ditetapkan oleh Direktur Jenderal Pajak. • Bagi Wajib Pajak orang pribadi dalam negeri diberikan pengurangan berupa Penghasilan Tidak Kena Pajak ( PTKP ).

Untuk dapat dikurangkan atau dibebankan dalam penghitungan Penghasilan Kena Pajak, biaya atau pengeluaran tersebut harus mempunyai hubungan langsung dengan usaha atau kegiatan untuk mendapatkan, menagih, dan memelihara penghasilan yang merupakan Objek Pajak Dengan demikian biaya atau pengeluaran untuk mendapatkan, menagih, dan memelihara penghasilan yang bukan merupakan Objek Pajak, tidak boleh dikurangkan atau dibebankan. Biaya bunga atas pinjaman yang dipergunakan untuk membeli saham tidak boleh dikurangkan atau dibebankan, apabila dividen yang diterimanya bukan merupakan Objek Pajak. Akan tetapi dalam hal ini biaya bunga pinjaman tersebut dapat dikapitalisasi sebagai penambah harga perolehan saham.

2. Berapa besarnya PTKP ?
• Rp 13.200.000,00 untuk diri Wajib Pajak ybs.
• Rp 1.200.000,00 tambahan untuk Wajib Pajak yang berstatus kawin.
• Rp 1.200.000,00 tambahan untuk seorang isteri yang penghasilannya digabung dengan penghasilan suami.
• Rp 1.200.000,00 tambahan untuk setiap anggota keluarga sedarah / semenda dalam garis keturunan lurus serta anak angkat, yang menjadi tanggungan sepenuhnya, paling banyak tiga orang.
Besarnya PTKP disesuaikan dari waktu ke waktu dengan Keputusan Menteri Keuangan.

3. Bagaimana perlakuan pajak bagi wanita yang berstatus kawin dan anak yang belum dewasa ?
• Penghasilan wanita yang berstatus kawin digabung dengan penghasilan suaminya, kecuali penghasilan yang berasal dari satu pemberi kerja yang telah dipotong PPh Pasal 21 dan pekerjaan tersebut tidak ada hubungannya dengan usaha atau pekerjaan bebas suaminya.
• Penghasilan suami-isteri dikenakan pajak secara terpisah dalam hal :
 suami-isteri telah hidup berpisah;
 dikehendaki oleh suami-isteri yang bersangkutan berdasarkan perjanjian tertulis.
• Penghasilan anak yang belum dewasa digabung dengan penghasilan orang tuanya, kecuali penghasilan yang berasal dari pekerjaan yang tidak ada hubungannya dengan usaha atau pekerjaan bebas orang tuanya.

4. Apa yang tidak boleh dikurangkan ?
Dalam menghitung besarnya Penghasilan Kena Pajak Wajib Pajak dalam negeri dan BUT, tidak boleh dikurangkan :
• Pembagian laba dengan nama dan dalam bentuk apapun, seperti : dividen, dividen yang dibayarkan oleh perusahaan asuransi kepada pemegang polis, dan pembagian sisa hasil usaha koperasi.
• Biaya atau pengeluaran untuk kepentingan pribadi pemegang saham, sekutu, atau anggota.
• Pembentukan atau pemupukan dana cadangan, kecuali cadangan piutang tak tertagih untuk usaha bank dan sewa guna usaha dengan hak opsi, cadangan untuk usaha asuransi, dan cadangan biaya reklamasi untuk usaha pertambangan, yang ketentuan dan syarat-syaratnya ditetapkan dengan Keputusan Menteri Keuangan.
• Premi asuransi kesehatan, asuransi kecelakaan, asuransi jiwa, asuransi dwiguna, dan asuransi bea siswa, yang dibayar oleh Wajib Pajak orang pribadi, kecuali jika dibayar oleh pemberi kerja dan premi tersebut dihitung sebagai penghasilan bagi Wajib Pajak yang bersangkutan.
• Penggantian atau imbalan sehubungan dengan pekerjaan atau jasa yang diberikan dalam bentuk natura dan kenikmatan, kecuali penyediaan makanan dan minuman bagi seluruh pegawai serta penggantian atau imbalan dalam bentuk natura dan kenikmatan di daerah tertentu dan yang berkaitan dengan pelaksanaan pekerjaan yang ditetapkan dengan Keputusan Menteri Keuangan.
• Jumlah yang melebihi kewajaran yang dibayarkan kepada pemegang saham atau kepada pihak yang mempunyai hubungan istimewa sebagai imbalan sehubungan dengan pekerjaan yang dilakukan.
• Harta yang dihibahkan, bantuan atau sumbangan, dan warisan yang bukan merupakan Objek Pajak, kecuali zakat atas penghasilan yang dibayar oleh Wajib Pajak orang pribadi pemeluk agama Islam dan atau Wajib Pajak badan dalam negeri yang dimiliki oleh pemeluk agama Islam kepada badan amil zakat atau lembaga amil zakat yang dibentuk atau disahkan oleh Pemerintah.
• Pajak Penghasilan.
• Biaya atau pengeluaran pribadi Wajib Pajak yang bersangkutan atau orang yang menjadi tanggungannya. • gaji yang dibayarkan kepada anggota persekutuan, firma, atau perseroan komanditer yang modalnya tidak terbagi atas saham.
• Sanksi administrasi berupa bunga, denda, dan kenaikan serta sanksi pidana berupa denda yang berkenaan dengan pelaksanaan perundang-undangan di bidang perpajakan.
• Dalam menentukan besarnya laba suatu BUT, pembayaran kepada kantor pusat yang tidak boleh dikurangkan adalah :
 royalti atau imbalan lainnya sehubungan dengan penggunaan harta, paten, atau hak-hak lainnya;
 imbalan sehubungan dengan jasa manajemen dan jasa lainnya;
 bunga, kecuali bunga yang berkenaan dengan usaha perbankan.

5. Bagaimana perlakuan pajak terhadap kerugian fiskal ?
Dalam hal penghasilan bruto setelah pengurangan menghasilkan kerugian, maka kerugian tersebut dikompensasikan dengan Penghasilan Kena Pajak mulai tahun pajak berikutnya berturut-turut sampai dengan lima tahun.
Get free hit counter code here.
Kerja keras adalah bagian dari Doa